SEJARAH PELAYARAN DI INDONESIA

Tahun 1890-1935
Perusahaan pelayaran pertama didirikan di
Indonesia pada tahun 1890 oleh pemerintah colonial Belanda yaitu perusahan
pelayaran KPM (Koninkelijitke Paketvaart Maattscappi) dan merupakn satu-satunya
perusahaan yang oleh pemerintah Belanda diberikan hak mnopoli di Bidang
pelayaran di Indonesia disamping kewenangan administrasi pemerintahsampai batas
tertentu yang berkaitan dengan pelayaran saat itu.
Tahun 1936-1942
Pada tahun 1936, dengan disahkannya
undang-undang perkapalan (Indische Scheepvartet) memberikan banyak fasilitas
bagi perusahaan pelayaran KPM. Hal itu menyebabkan perusahaan KPM berkembang
pesat dan mampu menyelenggarakan pelayaran di seluru wilayah perairan
Indonesia.
Tahun 1942-1945
Pada tahun 1942, dengan adanya pendudukan
Jepang di Indonesia, kapal-kapal niaga digunakan untuk melayani keperluan
tentara Jepang, sehingga hamper semua pelayaran niaga terhenti operasinya.
Tahun 1945-1956
Pada tahun 1945-1956, setelah tentara
jepang menyerah, pemerintah Belanda mencoba menghidupkan kembali perusahaan
pelayaran KPM dengan mendirikan perusahaan pelayaran lain yang mendukung usaha
KPM tersebut. sementara itu di wilayah kekuasaan republic Indonesia telah
beroperasi beberapa perusahaan pelayaran. Pada tahun 1951 pemerintah Republik
Indonesia mendirikan PN. PELNI, sehingga terjadi dualism penguasaan dalam
pelayaran KPM oleh Belanda dan PN.PELNI oleh Indonesia.
Tahun 1957-1960
Pada tahun 1957 perusahaan pelayaran KPM
dinasionalisasikan dan seluruh kekayaannya antara lain berupa 79 kapal
berkapasitas kebih dari 135.000 DWT diserahkan kepada PN.PELNI. disamping
PN.PELNI pada waktu itu juga tumbuh beberapa perusahaan pelayaran swasta
nasional, tetapi pada tahun 1960 karena kelesuan ekonomi banyak perusahaan
pelayaran swasta nasional mengalami kepailitan.
Tahun 1960-1968
Pada periode ini keadaan ekonomi di
Indonesia kurang menguntungkan dunia pelayarana karenatingkat inflasi yang
tinggi ( 300%). Hal ini menyebabkan banyak perusahaan pelayaran yang kesulitan
dana untuk memperbaharui armada disamping kondisi prasarana pelayaran yang
semakkin menurun, antara lain fasilitas pelayaran niaga dan navigasi semakin
menambah buruknya situasi pelayaran niaga saat itu.. pemerintah Indonesia pada
saat itu telah membantu pengadaan kapal dengan dana pinjaman lluar negeri dari negara-negara
blok timur. Jenis dan tipe kapal beserta peralatan yangn tidak sesuai dengan
kondisi perairan Indonesia, menyebabkan tambahan sarana pelayaran tersebut
tidak banyak membantu meningkatkan produktivitas pelayaran.
Tahun 1969-1980
Pembinaan pelayaran ditekankan pada
pembinaan pelayaran dalam negeri (Pelayaran Nusantara) yang dimaksudkan untuk
menghidupkan kegiatan pelayaran yang tetap dan teratur antara
pelabuhan-pelabuhan utama di seluruh Indonesia. Pembinaan pelayaran ini antara
lain dituangkan dalam program pengembangan pelayaran yang disebut RLS (Regulas
Liners Service). Jaringan pelayaran dikelompokkan dalam golongan trayek yaitu:
*
Trayek pelayaran di wilayah bara ,
*
Trayek pelayaran di wailayah Timur
*
Trayek kapal Penumpang dan trayek pelayanan Ke Singapura.
Trayek – trayek ini mencakup lebih dari 90
pelabuhan dengan tidak membedakan antara trayek utama dan trayek local,
sehingga dapat membuka pelayaran langsung di seluruh wilayah Indonesia. Dalam
prakteknya, tidak semua trayek dapa diisi. Masing-masing perusahaan saling
memperebutkan trayek pelayaran ke Singapura sedangkan trayek-trayek tidak
potensial terutama di wilayah timur ditinggalkan.
Tahun 1980-1987
Periode tahun 1980-1987 merupakan program
pemantapan pola angkutan laut nusantara di seluruh Indonesia melalui program
RLS. Program ini diadakan penyempurnaan trayek pelayaran Nusantara, yaitu:
*
Trayek Pelayaran Nusantara Barat
*
Trayek Pelayaran Nusantara Timur
*
Trayek Pelayaran Nusantara Timur Ke Nusantara Barat
*
Trayek Pelayaran Nusantara Barat Ke Nusantara Timur
Tahun 1988-1994
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 17
Tahun 1988 yang lebih dikenal dengan PAKTO 1988 ( Pekan Oktober 1988),
pemerintah melaksanakan deregulasi di bidang pelayaran yang meliputi:
*
Penyederhanaan di bidang perizinan, antara lain, berupa penyatuan izin usaha
pelayaran dan izin operasi.
*
Pengelompokan jenis usaha pelayaran sesuai perizinannya menjadi :
• Pelayaran Luar Negeri
• Pelayaran dalam Negeri
• Pelayaran Rakyat
• Pelayaran Perintis
Tahun 1994 s/d sekarang
Penyederhanaan perizininan di bidang usaha
pelayaran sesuai PAKTO ’88 tersebut disamping memperlancar arsu barang dan
penumpang juga menimbulkan pengaruh negative bagi pertumbuhan pelayaran
Nasional. Deregulasi tersebut memberikan keleluasan bagi kapal-kapal berndera
asing untuk beroperasi di Indonesia sehingga mendesak pangsa pasar pelayaran
nasional baik untuk pelayaran luar negeri maupun pelayaran dalam negeri.
Berikut ini adalah prosentase perbandingn panfsa pasar angkutan laut menurut
Direktorat Lalu Lintas Angkutan Laut, Ditjen HUBL
Tidak ada komentar:
Posting Komentar